sambak.desa.id – Bisakah warga desa yang umumnya petani bisa memiliki pendapatan harian, mingguan bahkan bulanan? Pemuda desa bernama Nur Agis Aulia, 28 tahun, warga Wringin Kurung, Serang, Banten, membuktikannya. Dengan gigih Agis mendampingi puluhan petani dan peternak di kampungnya hingga akhirnya mereka berhasil menciptakan pola pendapatan harian, mingguan bahkan bulanan.
Program Agis dimulai 2004, beberapa saat setelah lulus dari Universitas Gadjah mada jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Agis tetap teguh menjalankan konsepnya meski awalnya banyak dicibir. Mana bisa warga kampung punya pendapatan harian, mingguan dan bulanan sekaligus? Apalagi para penghuni kampungnya hanya petani dan peternak dengan modal kecil.
Agis mulai dengan membentuk Komunitas Bisnis bernama Jawara Banten Farm, kumpulan anak muda yang bertekad membangun bisnis berbasis pertanian dan peternakan desa tadi. Agis lalu merangkul kelompok petani beranggotakan 25 orang bernama Hijau Daun. Mereka memulai programnya. Untuk pendapatan harian mereka mengembangkan tanaman kacang panjang, terong dan mentimun. Alasannya sederhana, ini adalah jenis tanaman yang dibutuhkan banyak keluarga untuk kebutuhan sehari-hari.
Beberapa jenis sayur itu lalu dijual ke agen-agen penjual sayur di perumahan-perumahan di sekitar tempat tinggal mereka dan beberapa wilayah lain di Banten. Tak hanya menjual eceran saja, kelompok petani ini bahkan sudah melakukan teknik packing yang baik sehingga komoditas pertanian mereka dilirik pembeli dari kalangan menengah ke atas.
Dari sisi peternakan mereka mengembangkan susu kambing sebagai pendapatan harian. Peternakan kambing juga menyasar pasar untuk kebutuhan Aqiqah. Kelompok ini juga bekerjasama dengan rumah jagal sebagai penyedia daging kambing yang menyetor kambing secara bulanan. Hasilnya, secara rutin kelompok ini mulai bisa menciptakan pola produksi.
Bulan-bulan awal perjuangan Agis banyak diragukan orang. Tetapi beberapa bulan kemudian, ketika sayur-mayur yang ditanam mulai panen warga mulai paham yang disebut pendapatan harian karena mereka mereka bisa memetik sayuran dan menjualnya setiap hari dan mingguan. Para peternak juga mulai bersemangat ketika susu kambingnya mulai mendapatkan pasar rutin. Demikian pula dari sisi penjagalan dan jasa penyedia kambing untuk Aqiqah.
Bukan hanya mengurus kebun saja yang dilakukan Agis dan kelompok pertaniannya. Pemuda ini juga membangun jaringan pemasaran untuk beberapa model sekaligus. Untuk sistem harian mereka membentuk jaringan pemasaran melalui agen-agen penjualan sayur di pasar dan kelilingan serta warung-warung sayur.
Untuk pemasaran yang lebih luas mereka menggunakan perangkat teknologi komunikasi mesia sosial dan komunikasi antar-komunitas. Ketekunan dan semangat bekerjasama membuat jaringan pemasaran tumbuh dengan cepat. Anggota komunitas ini Jawara Banten Farm juga terus meraksasa. Dari puluhan petani menjadi 500-an anggota yang tersebar di berbagai wilayah di Banten.
Beragam rintangan dihadapi Agis dan kawan-kawannya. Semangat dan keraguan para petani pada awal programnya dijalankan adalah tantangan yang paling berat. Setelah konsepnya terbukti giliran para tengkulak yang melakukan perlawanan. Para tengkulak yang selama ini memonopoli sistem jual-beli produk pertanian tentu saja terganggu karena para petani memiliki pola yang tidak sesuai dengan pola yang mereka terapkan. Apalagi para petani ini malah membangun jaringan penjualan sendiri.
Tetapi para tengkulak akhirnya mundur teratur dan berangsur-angsur mengurangi monopoli yang dan penguasaannya atas pembelian dan penjualan produk pertanian di daerah ini. Ketiadaan tengkulak yang selama ini menguasai pembelian dan penjualan membuat jalur distribusi sayur-mayur. Hasil peternakan dan berbagai komoditas yang lain menjadi jauh lebih pendek sehingga para petani mendapatkan harga yang tidak merugikan.
Kini sistem pertanian dan peternakan yang dikembangkan Jawara Banten Farm tak hanya sibuk mengurus kebun dan membangun jaring pemasaran yang terus meluas melainkan juga menerima kedatangan tamu yang silih berganti mengunjungi mereka untuk belajar mengembangkan pola pertanian sepeti yang dilakukan Jawara Banten Farm. Anak-anak muda itu membuktikan warga desa bisa mendapatkan pendapatan harian, mingguan bahkan bulanan dengan mengolah potensi pertanian dan peternakan yang mereka punya.
Dilansir dari laman berdesa.com