sambak.desa.id – Omah Ngisor, itulah tulisan di sebuah papan nama yang menempel di pohon depan sebuah rumah yang berukuran sekitar 6×8 meter persegi. Letaknya memang lebih rendah dari jalan aspal di depannya, pun dengan rumah permanen disebelah selatannya. Bangunannya pun jauh dari kesan mewah, bahkan sekarang terlihat semakin sempit karena ratusan buku terjejer rapi dirak-rak. Tak hanya itu, banyaknya kegiatan yang dipusatkan di rumah ini membuat beberapa perlengkapan tampak memenuhi ruangan. Seperti, Drum, gamelan, “topeng buto”, pakaian kesenian dan lain sebagainya.
Siapa sangka dari rumah sederhana inilah berbagai kreatifitas muncul dan dikemas sedemikian apiknya. Bermula dari perpustakaan pribadi yang hanya memiliki 1 rak buku yang berisi sekitar 40 buah buku yang hanya dipajang di dalam kamar. Namun, karena keprihatinan melihat masyarakat khususnya anak-anak di pedesaan yang jauh dari dunia buku, kemudian sekitar pada bulan maret tahun 2008 muncul keinginan untuk lebih mengembangkan lagi menjadi sebuah perpustakaan (taman bacaan) masyarakat yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.
Omah Ngisor adalah sebuah perpustakaan (taman bacaaan) masyarakat/ komunitas yang berada di Desa Sambak Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Berada di lereng pegunungan potorono kaki gunung Sumbing. Taman bacaan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sanggar Omah Ngisor ini didirikan oleh Muhamad Aprianto yang didukung para pemuda sekitar yang mempunyai visi yang sama.
“Dulu hanya ada 1 rak buku, itupun milik pribadi berisi sekitar 10 buah buku. Lalu munculah keinginan untuk mengembangkan menjadi sebuah Taman Baca yang bias di manfaatkan secara luas, terutama anak-anak. Karena saya merasa prihatin, melihat anak-anak disekitar tempat tinggal kami yang jauh dari dunia buku. Padahal dengan gemar membaca buku, kita dapat melihat dunia.” Kata Aprianto.
Setelah rencana dituangkan, lalu tinggal tindakan nyata. Kemudian dilakukanlah aksi penggalangan buku yang dilakukan dari pintu ke pintu atau “door to door” oleh para pemuda setempat. Meski sempat ada beberapa warga yang memandang sebelah mata dan mencaci serta menganggap buku-buku yang kami kumpulkan hanya akan dijual ke tukang loak, namun dengan penuh kesabaran serta semangat dan niat yang tulus akhirnya gayung pun bersambut. Tak sedikit masyarakat menanggapi kegiatan positif yang kita lakukan dan ikut menyumbangkan buku mereka seperti majalah, koran, buku pelajaran, komik dll.
“Dulu sempat ada yang memandang sinis, bahkan ada yang menuduh buku-buku yang kita kumpulkan dari rumah ke-rumah tersebut hanya akan dijual ketukang loak. Namun kami tak peduli dengan omongan tersebut. Ibarat pepatah, “anjing menggonggong kafilah”.” Kenangnya.
Seiring berjalannya waktu kegiatan yang dilakukan di Omah Ngisor juga tak hanya sebatas menyediakan buku bacaan saja, tetapi banyak kegiatan lainnya yang diampu oleh para relawan seperti kegiatan mewarnai, menggambar, menari, permainan tradisonal, bermusik dll. Dari tahun 2009 sampai sekarang Omah Ngisor pun masih aktif untuk berjeraring dan mengikuti festival keseniaan tradisional “Tlatah Bocah” yang diadakan setiap tahun.
“Bahkan pada tahun 2013 kami menjadi tuan rumah acara festival Tlatah Bocah yang diikuti sekitar 25 komunitas-komunitas anak di kabupaten Magelang, Salatiga, Temanggung, Jogjakarta, Boyolali, Jakarta bahkan dari Australia dan Jepang juga hadir memeriahkan acara”. Katanya.
Hal tersebut menepis anggapan bahwa perpustakaan identik dengan keadaan yang sunyi senyap, mengerikan, membosankan dan lain-lain. Tujuan lain adalah untuk mengubah citra anak desa yang diidentikkan dengan kebodohan dan ketertinggalan. Hingga saat ini buku-buku yang dimiliki telah bertambah sekitar 3.000 eksemplar dengan jumlah anggota peminjam 350 lebih yang berasal dari masyarakat desa sambak sendiri, masyarakat desa-desa sekitar dan dari luar wilayah kecamatan kajoran bahkan dari luar kabupaten Magelang. Selama ini buku-buku yang diperoleh berasal dari masyarakat, para donatur tak tetap dan membeli. (**rfq**)